Wacana Revisi Target Inflasi 2% The Fed: Perspektif Sekretaris Keuangan Scott Bessent
Wacana Revisi Target Inflasi 2% The Fed: Perspektif Sekretaris Keuangan Scott Bessent
Latar Belakang dan Sejarah Target Inflasi 2% Federal Reserve
Target inflasi sebesar 2% telah menjadi pilar utama dalam kerangka kebijakan moneter Federal Reserve Amerika Serikat selama lebih dari satu dekade. Konsep ini pertama kali dianut secara eksplisit oleh The Fed pada Januari 2012, meskipun sebelumnya telah menjadi target implisit. Tujuan utama di balik target 2% ini adalah untuk mencapai stabilitas harga, yang dianggap esensial untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan sehat. Dengan menjaga inflasi pada tingkat yang rendah dan stabil, The Fed berharap dapat menopang kepercayaan konsumen dan bisnis, mengurangi ketidakpastian, dan memungkinkan keputusan investasi jangka panjang yang lebih efektif. Angka 2% dianggap sebagai titik manis yang cukup tinggi untuk menghindari risiko deflasi (penurunan harga yang berkepanjangan dan merugikan), namun cukup rendah untuk tidak mengikis daya beli masyarakat secara signifikan.
Sebelum target 2% ini ditetapkan secara formal, kebijakan moneter seringkali kurang terstruktur dalam hal penetapan target inflasi, meskipun stabilitas harga selalu menjadi mandat utama bank sentral. Penerapan target yang eksplisit memberikan kerangka kerja yang jelas bagi para pembuat kebijakan dan juga menjadi sinyal penting bagi pasar keuangan serta publik mengenai komitmen The Fed. Ini membantu "menambatkan" ekspektasi inflasi, yang merupakan komponen krusial dalam dinamika harga. Ketika masyarakat percaya bahwa inflasi akan tetap rendah dan stabil, mereka cenderung tidak menuntut kenaikan upah yang berlebihan atau menaikkan harga produk secara spekulatif, sehingga membantu siklus inflasi tetap terkendali. Namun, periode inflasi tinggi pasca-pandemi telah memicu berbagai pertanyaan tentang kecukupan dan relevansi target tunggal ini di era ekonomi modern.
Pandangan Scott Bessent: Fleksibilitas Pasca Normalisasi Inflasi
Di tengah gejolak ekonomi global dan upaya Federal Reserve yang gigih untuk menjinakkan inflasi yang melonjak, sebuah diskusi baru tentang masa depan target inflasi The Fed mulai mengemuka. Salah satu suara penting dalam perdebatan ini datang dari Sekretaris Keuangan, Scott Bessent. Dalam sebuah wawancara yang menarik perhatian, Bessent menyuarakan gagasan untuk mempertimbangkan kembali target inflasi 2% The Fed, namun dengan syarat yang tegas: hanya setelah Amerika Serikat berhasil mengembalikan kenaikan harga secara berkelanjutan ke laju tersebut. Pernyataan Bessent menunjukkan pemikiran yang sangat pragmatis dan berorientasi pada hasil. Ia tidak menyerukan perubahan segera, melainkan membuka ruang untuk evaluasi ulang yang mendalam setelah kondisi ekonomi mencapai titik stabil yang diinginkan.
Bessent secara spesifik mengutarakan: "Begitu kita kembali ke 2% – yang menurut saya akan terlihat – maka kita bisa berdiskusi: Apakah jauh lebih cerdas untuk memiliki sebuah rentang?" Gagasan tentang "rentang" sebagai pengganti target tunggal 2% adalah inti dari sarannya. Alih-alih terpaku pada satu angka mutlak, The Fed mungkin bisa mempertimbangkan koridor inflasi, misalnya antara 1,5% hingga 2,5%. Pendekatan ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi pembuat kebijakan untuk menavigasi kondisi ekonomi yang tidak terduga tanpa harus selalu "gagal" mencapai target jika inflasi sedikit berfluktuasi di sekitar 2%. Diskusi ini menjadi sangat relevan mengingat tantangan yang dihadapi The Fed dalam beberapa tahun terakhir, di mana inflasi jauh melampaui target dan membutuhkan respons kebijakan moneter yang agresif.
Argumentasi di Balik Target Inflasi Fleksibel
Ide untuk beralih dari target inflasi tunggal ke sebuah "rentang" didasari oleh beberapa argumentasi kuat yang berakar pada kompleksitas ekonomi modern. Salah satu kelebihan utama dari pendekatan rentang adalah kemampuannya untuk mengakomodasi ketidakpastian inheren dalam perekonomian. Ekonomi global seringkali dihadapkan pada guncangan tak terduga, mulai dari pandemi global, konflik geopolitik, hingga disrupsi rantai pasok. Dalam lingkungan yang demikian volatil, mempertahankan inflasi tepat pada satu titik target bisa menjadi tugas yang hampir mustahil dan berpotensi memicu reaksi kebijakan yang terlalu kaku atau terlalu sering. Rentang target akan memberikan "bantalan" bagi The Fed, memungkinkan fluktuasi minor dalam inflasi tanpa serta-merta dianggap sebagai kegagalan kebijakan.
Selain itu, target rentang dapat memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi The Fed untuk mengejar mandat ganda mereka, yaitu stabilitas harga dan lapangan kerja maksimum. Terkadang, upaya untuk mencapai satu target bisa berbenturan dengan yang lain. Dengan sedikit lebih banyak kelonggaran pada target inflasi, The Fed mungkin memiliki kemampuan lebih untuk menoleransi periode inflasi yang sedikit lebih tinggi atau lebih rendah demi mendukung tujuan lapangan kerja, terutama dalam periode pemulihan ekonomi yang sulit atau ketika suku bunga sudah sangat rendah. Para pendukung target rentang juga berpendapat bahwa ini dapat mencerminkan realitas bahwa inflasi tidak selalu dapat dikontrol dengan presisi mutlak oleh kebijakan moneter saja, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non-moneter seperti harga komoditas global atau kebijakan fiskal pemerintah. Ini adalah pengakuan akan batas-batas kemampuan kebijakan moneter.
Tantangan dan Pertimbangan dalam Merevisi Target
Meskipun gagasan tentang target inflasi yang lebih fleksibel memiliki daya tarik, proses merevisi salah satu pilar kebijakan moneter The Fed ini tidak lepas dari tantangan dan pertimbangan yang serius. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah potensi risiko terhadap kredibilitas bank sentral. Target 2% telah tertanam kuat dalam benak pasar dan publik. Mengubahnya, bahkan setelah inflasi kembali terkendali, dapat memicu pertanyaan tentang komitmen The Fed terhadap stabilitas harga atau apakah perubahan tersebut dilakukan karena alasan politis daripada ekonomis murni. Kehilangan kepercayaan dapat membuat ekspektasi inflasi menjadi tidak stabil, yang justru akan mempersulit pekerjaan The Fed di masa depan. Pasar keuangan membutuhkan kejelasan dan prediktabilitas dari bank sentral, dan perubahan target fundamental bisa mengikis hal tersebut.
Selain itu, proses perubahan kebijakan sepenting ini bukanlah hal yang mudah. Itu akan memerlukan diskusi yang ekstensif dan konsensus di antara para gubernur The Fed, ekonom, dan mungkin juga persetujuan politik. Definisi yang jelas tentang "inflasi berkelanjutan" juga merupakan tantangan tersendiri. Bagaimana The Fed akan menentukan bahwa inflasi telah benar-benar kembali ke 2% secara berkelanjutan dan bukan hanya sementara? Parameter apa yang akan digunakan? Terlebih lagi, jika target diubah menjadi rentang, The Fed harus secara transparan menjelaskan bagaimana mereka akan mengelola kebijakan di dalam rentang tersebut dan apa yang akan memicu tindakan ketika inflasi mendekati batas atas atau bawah. Ketiadaan kejelasan dapat menciptakan ambiguitas dan memperumit komunikasi kebijakan moneter, yang merupakan komponen vital dari efektivitasnya.
Dampak Potensial Perubahan Kebijakan
Jika Federal Reserve benar-benar mempertimbangkan dan pada akhirnya memutuskan untuk merevisi target inflasi 2% mereka menjadi sebuah rentang, hal tersebut akan memiliki dampak signifikan di berbagai sektor. Bagi pasar keuangan, perubahan semacam ini bisa mengubah ekspektasi investor terhadap arah kebijakan moneter di masa depan. Jika target menjadi rentang yang lebih lebar, pasar mungkin menafsirkan bahwa The Fed akan memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap fluktuasi inflasi, yang pada gilirannya dapat memengaruhi keputusan investasi, harga aset, dan bahkan nilai tukar mata uang. Investor mungkin akan menyesuaikan strategi mereka, mempertimbangkan skenario di mana suku bunga mungkin tidak perlu dinaikkan atau diturunkan secepat sebelumnya jika inflasi tetap berada dalam rentang yang dapat diterima.
Di sisi lain, perubahan target juga akan berdampak pada ekspektasi publik. Bagaimana masyarakat umum, pekerja, dan bisnis akan menafsirkan rentang inflasi? Akankah mereka masih merasa yakin bahwa daya beli mereka akan terlindungi? Jika target yang lebih fleksibel dipersepsikan sebagai sinyal bahwa The Fed kurang berkomitmen terhadap inflasi rendah, hal itu berpotensi melepaskan "jangkar" ekspektasi inflasi, menyebabkan masyarakat dan bisnis menuntut kenaikan harga dan upah yang lebih agresif, yang pada akhirnya dapat mendorong inflasi aktual lebih tinggi. Dari sudut pandang The Fed sendiri, alat-alat kebijakan moneter mereka, seperti suku bunga acuan dan pembelian aset, mungkin akan digunakan dengan nuansa yang berbeda. Kebijakan mungkin menjadi lebih proaktif atau, sebaliknya, lebih sabar, tergantung pada bagaimana rentang inflasi baru diinterpretasikan dan dikelola oleh para pembuat kebijakan.
Debat yang Berlangsung di Kalangan Ekonom dan Kesimpulan
Wacana seputar target inflasi 2% The Fed bukanlah hal baru dan terus menjadi subjek perdebatan sengit di kalangan ekonom, baik di dalam maupun di luar Federal Reserve. Krisis keuangan global 2008 dan pandemi COVID-19 telah memberikan pelajaran berharga tentang batas-batas kebijakan moneter tradisional dan kebutuhan akan kerangka kerja yang adaptif. Beberapa ekonom terkemuka, termasuk mantan pejabat The Fed, telah menyuarakan dukungan untuk tinjauan ulang target inflasi, menunjukkan bahwa 2% mungkin terlalu rendah di lingkungan suku bunga yang rendah secara struktural, atau terlalu kaku menghadapi guncangan ekonomi besar. Mereka berpendapat bahwa target yang lebih tinggi atau lebih fleksibel dapat memberikan The Fed lebih banyak ruang untuk menurunkan suku bunga selama resesi tanpa jatuh ke batas bawah nol, yang membatasi efektivitas kebijakan moneter.
Namun, ada juga kubu yang dengan tegas menentang perubahan. Mereka berpendapat bahwa 2% telah berfungsi dengan baik sebagai jangkar ekspektasi dan bahwa mengutak-atik target sekarang dapat mengirimkan sinyal yang salah dan merusak kredibilitas yang telah dibangun susah payah. Bagi mereka, fokus utama seharusnya adalah mengembalikan inflasi ke 2% saat ini daripada membahas perubahan target di masa depan. Posisi Scott Bessent, yang mengusulkan diskusi setelah inflasi kembali ke 2%, tampaknya mencoba menjembatani dua pandangan ini.
Secara keseluruhan, pernyataan Scott Bessent menggarisbawahi bahwa diskusi tentang masa depan kerangka kebijakan moneter Federal Reserve adalah sebuah diskusi yang vital, meskipun mungkin prematur untuk implementasi langsung. Ini adalah pengakuan bahwa, dalam dunia yang terus berubah, bahkan kebijakan yang paling mapan pun perlu dievaluasi ulang secara berkala untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya. Perdebatan ini, yang dipicu oleh Sekretaris Keuangan AS, kemungkinan besar akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, membentuk landasan bagi keputusan ekonomi makro yang krusial untuk masa depan ekonomi Amerika Serikat.